Kami Bukan Pegawai Buangan

Bookmark and Share

“Pustakawan” kata yang sering kita dengar dilingkungan perpustakaan. Sampai saat ini masih banyak yang mempertanyakan pekerjaan seorang pustakawan, “apakah pustakawan juga merupakan profesi?”. Banyak orang yang tidak suka bekerja sebagai pustakawan, karena mereka mengangap pekerjaan pustakawan sangatlah membosankan. Mereka selalu berfikir pustakawan hanya menata buku dan melayani peminjam. Menurut Sulistyo Basuki dalam bukunya dijelaskan bahwa pustakawan dapat dikatakan profesi atau tidak, hal ini tergantung terhadap tanggapan pustakawan terhadap profesi dan jasa yang diberikan pustakawan serta pandangan masyarakat terhadap pustakawan itu sendiri.
Bila seorang pustakawan ingin memperoleh kemajuan dalam bidang tugasnya, maka seharusnya seoarang pustakawan harus bertindak profesional sebagai pengelola perpustakaan selaku pendidik.
Pustakawan harus bisa mengembangkan dan menciptakan perpustakaan sebagai tempat yang bukan hanya untuk sekedar tempat untuk membaca buku, melainkan bisa menjadi lembaga belajar non formal. Dengan kata lain pustakawan dapat berperan menjadi seorang pendidik bagi masyarakat pembaca. Hal ini dapat ditonjolkan dalam lingkungan pendidikan, seperti Perpustakaan Sekolah dan Perpustakaan Perguruan Tinggi. Disini seorang pustakawan akan memiliki peranan penting dalam kegiatan proses belajar, karena perpustakaa merupakan sumber media utama belajar.
Berdasarkan Undang-undang RI no 43 tahun 2007 tentang Perpustakaan dijelaskan pada pasal 29 samapi 37 mengenai kepustakawanan tentang ketenagaan perpustakaan, tugas-tugas pustakawan, pendidikan dan organisasi profesi. Dari pernyataan tersebut jelas bahwa profesi pustakawan bukan profesi yang ecek-ecek yang sembrang orang bisa menjadi seorang pustakawan. Jadi siapa pun yang telah menjadi pustakawan atau yang belum, tidak perlu takut akan profesi pustakawan.
Pernyataan di atas memang benar, akan tetapi dalam implikasinya dalam dunia kerja berkata lain. Banyak pustakawan yang mengalami ketidakadilan dari masyarakat atau lembaga institusi perpustakaan bernaung. Pustakawan bisa dikatakan “anak tiri”. Hal ini bukan hanya satu atau dua pustakawan yang mengalami. Ada kisah nyata problem pustakawan yang terjadi dilingkungan perusahaan besar. Dalam kisah ini begitu jelas bahwa mereka menganggap rendah profesi seorang pustakawan.
Ada seorang pustakawan yang sudah mmelaksanakan tugasnya sesuai peraturan yang berlaku di perpustakaan tersebut. Pustakawan melakukan pemblokiran terhadap seoarang pelanggan, sebut saja Si “A”. Pustakawan ini melakukan tugasnya dengan benar karena Si-A sudah melanggar peraturan yang berlaku diperpustakaan. Beberapa hari setelah pemblokiran ada seseorang yang menelpon kebagian pusat perpustakaan dan meminta membatalkan pemblokiran tersebut. Pimpinan perpustakaan tidak bisa mengambil keputusan sebelah pihak dengan menyetujui permintaan si penelpon, walaupun penelpon memiliki pengaruh besar di PT. Kemudian pimpinan memanggil pustakawan yang telah melakukan pemblokiran terhadap Si A dan pustakawan menjelaskan duduk perkaranya. Pimpinan perpustakaan menerima penjelasan pustakawan dan membenarkanya. Beberapa menit kemudian si penelpon menghubungi kembali dan tetap minta untuk membatalkan pemblokiran, apapun alasanya. Pimpinan berusaha untuk tidak mangabulkan permintaan si penelpon, akan tetapi dengan kekuasaan yang dimiliki si penelpon, akhirnya pimpinan perpustakaan menerima untuk menarik kembali pemblokiran dan menyuruh pustkawan membatalkanya. Pustakawan tersebut berusaha untuk tidak menyetujui keputusan pimpinanya, tapi apa daya ketika pimpinan perpustakaan mengatakan “turuti ja permintaannya, apa kuasa kita?.., hanya seoarang pustakawan biasa..!”, dengan hati sangat kecewa dan marah pustakwan itu melaksanakan perintah pimpinanya. Dalam hati berkata “ ya Allah kuatkanlah kami sebagai pustakawan dan tunjukkan yang benar adalah benar dan yang salah adalah salah”.
Kisah kedua, seorang pustakawan sekolah di SMA Negeri 1 Teladan Yogyakarta menuliskan sebuah pengalamanya nyata ketika menghadiri acara tentang kepustakawanan yang bertema “ Seleksi Pustakawan Berprestasi Tingkat Nasional Tahun 2010”. Nampak bahwa pustakawan belum banyak dikenal orang banyak, ini terbukti saat seorang pustakawan mengadiri acara tersebuat ada ibu-ibu yang tampak berpendidikan tapi tidak tahu apa itu pustakawan. Ibu itu bertanya pada pustakawan tersebut seperti ini, “mas pustakawan itu apa? Trus apa tugasnya? Kok ada lomba pustakawan? Yang dilombakan apa?” . Tapi sayang pustakawan tersebut belum sempat menjawab pertanyaan si Ibu-ibu itu. Dia hanya berkata dalam hati, “kasihan banget ya nasib pustakawan Indonesia, padahal kalau di luar negeri (Amerika, inggris) pustakawan bisa setaraf professor lho”.
Berikut cerita menarik di lingkungan pegawai negeri sipil yang menyebabkan imej pustakawan menjadi sangat rendah. “ Kenapa hal ini bisa terjadi?” Terbukti bahwa selama ini di daerah pegawai negeri sipil yang ditempatkan dikantor perpustakaan umum (baik UPTD atau berdiri sendiri)  biasanya terdiri dari orang-orang yang memiliki kategori ;
1.      pegawai bermasalah
2.      pegawai buangan
3.      pegawai tak berprestasi
4.      pejabat yang mengalami sakit berat
5.      pejabat yang menjelang pensiun
6.      dan tempat persinggahan sementara bagi calon pejabat yang akan naik jabatan
Dari keenam pernyataan tersebut membuktikan betapa rendahnya profesi seorang pustakawan. “Apakah kita akan terus menerima nasib seperti ini selamanya? tentu tidak!”. Pustakawan yang selalu menjadi anak tiri di lingkungan keprofesian akan segera berakhir. Sebagai pustakawan harus optimis bahwa nasib pustakawaan Indonesia akan mendapatkan hak yang sama selayaknya pegawai negeri sipil dan pegawai-pegawai yang lain.


Backlink here..

{ 0 komentar... Views All / Send Comment! }

Posting Komentar